GemaBerita – Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi menilai penguatan nilai tukar (kurs) rupiah belakangan ini dipengaruhi oleh sikap Amerika Serikat (AS) yang berupaya meredakan ketegangan antara Ukraina dan Rusia. Langkah ini dianggap sebagai sinyal positif bagi pasar, meskipun sentimen negatif terkait kebijakan tarif impor AS masih membayangi.
Perseteruan antara Presiden AS, Donald Trump, dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, di Ruang Oval Gedung Putih beberapa waktu lalu, diikuti dengan penghentian sementara bantuan militer AS ke Ukraina, menjadi salah satu indikator bahwa AS berusaha menjauh dari konflik tersebut.
“Pasar telah melihat semakin jauhnya jarak antara Gedung Putih dan Ukraina sebagai tanda potensi meredanya konflik yang dapat berujung pada pencabutan sanksi bagi Rusia,” ujar Ibrahim Assuabi, dikutip dari Antara pada Selasa (4/3/2025).
Departemen Luar Negeri dan Keuangan AS disebut sedang menyusun daftar sanksi yang dapat dilonggarkan untuk dibahas dengan perwakilan Rusia dalam beberapa hari mendatang. Langkah ini merupakan bagian dari upaya diplomasi AS dengan Moskow untuk mengurangi ketegangan global.
Tarif Impor AS Tetap Jadi Ancaman
Meskipun ada sinyal positif dari upaya meredakan konflik Ukraina-Rusia, kurs rupiah tetap berada di bawah tekanan sentimen pasar terkait kebijakan tarif impor AS. Presiden Trump mengonfirmasi bahwa tarif impor sebesar 25 persen untuk produk dari Meksiko dan Kanada akan tetap berlaku mulai 4 Maret 2025. Selain itu, Trump juga menandatangani perintah untuk menaikkan tarif atas barang-barang China dari 10 persen menjadi 20 persen.
“Peningkatan tarif atas barang-barang China semakin menegangkan hubungan antara AS dan China. China berjanji akan mengambil tindakan balasan terhadap tarif AS untuk melindungi kepentingannya, sementara Kanada juga mempersiapkan pembalasannya sendiri,” kata Ibrahim.
Ia menambahkan, kebijakan tarif ini diperkirakan akan meningkatkan ketidakpastian perdagangan global, mengganggu rantai pasokan, dan melemahkan permintaan ekspor.
“Dampaknya, pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan investor di pasar Asia bisa tertekan,” imbuhnya.
Rupiah Menguat di Tengah Ketidakpastian Global
Meski dihantui oleh kebijakan tarif AS, nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Selasa (4/3/2025) di Jakarta justru menguat. Rupiah naik 35 poin atau 0,21 persen menjadi Rp16.445 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.480 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menguat ke level Rp16.443 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.506 per dolar AS.
Penguatan rupiah ini menunjukkan bahwa pasar merespons positif upaya AS meredakan konflik Ukraina-Rusia, meskipun ancaman kebijakan tarif impor AS tetap menjadi tantangan bagi stabilitas mata uang di kawasan Asia.
Analis memprediksi, pergerakan rupiah ke depan akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kebijakan AS, baik dalam hal hubungan diplomatik dengan Rusia maupun kebijakan perdagangan dengan negara-negara lain. Investor diharapkan tetap waspada terhadap fluktuasi pasar yang mungkin terjadi dalam beberapa pekan mendatang.
Komentar