GemaBerita – Dunia digital bukan lagi tempat tanpa pagar bagi anak-anak. Pemerintah Indonesia resmi mengetuk palu atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Regulasi anyar ini menjadi sinyal kuat bahwa ruang digital anak kini harus lebih aman, terkendali, dan tentu saja diawasi.
Dalam Pasal 21 yang menjadi pusat sorotan, pemerintah mematok aturan ketat soal batasan usia anak untuk mengakses layanan digital. Bukan tanpa alasan, kekhawatiran terhadap konten negatif, kecanduan gawai, hingga risiko interaksi berbahaya mendorong negara mengambil peran lebih tegas.
PP ini membagi batasan usia anak dalam tiga kelompok, lengkap dengan jenis layanan digital yang boleh mereka akses dan syarat wajib adanya persetujuan orang tua.
Anak di bawah usia 13 tahun, misalnya, hanya bisa memiliki akun untuk layanan digital berisiko rendah dan memang dirancang khusus untuk anak-anak. Tentu saja, itu pun harus seizin orang tua.
Naik satu tingkat, anak usia 13 sampai 15 tahun bisa memiliki akun untuk produk digital serupa, tetap masih dengan lampu hijau dari orang tua.
Sedangkan anak usia 16 hingga 17 tahun diberikan ruang lebih luas untuk menjelajah layanan digital, tapi tetap di bawah kendali orang tua mereka.
Baca Juga : Perpanjang SIM Kini Bisa dari Rumah, Ini Syarat dan Biayanya
Namun, yang paling menarik dari PP ini bukan hanya soal usia, melainkan kewajiban penyedia platform digital (sebut saja TikTok, Instagram, hingga X) untuk menyematkan teknologi pengawasan akun anak yang efektif dan real-time bagi orang tua.
“Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjamin tersedianya teknologi serta berfungsinya secara efektif langkah teknis dan operasional bagi orang tua, untuk dapat melakukan pengawasan terhadap pengguna Produk, Layanan, dan Fitur melalui akun Anak,” demikian bunyi Pasal 21 ayat (2) tersebut.
Ini artinya, perusahaan digital tak bisa lagi sekadar memberikan peringatan batasan usia secara formalitas. Mereka wajib menyematkan sistem verifikasi umur yang ketat, serta menyediakan fitur kontrol orang tua, mulai dari memantau waktu akses, jenis konten, hingga aktivitas interaksi anak di dunia maya.
Langkah ini tentu membawa angin segar bagi para orang tua yang selama ini merasa “buta arah” di dunia digital yang cepat dan kompleks. Kini, mereka punya pijakan hukum dan alat untuk menjaga buah hati tetap aman dalam berinteraksi secara digital.
Dengan disahkannya aturan ini, Indonesia bergeser menuju tata kelola ruang digital yang lebih ramah anak dan berpihak pada perlindungan keluarga.
Dunia maya mungkin tak bisa dihentikan lajunya, tapi dengan pengawasan yang tepat, anak-anak bisa melangkah dengan aman dalam petualangan digital mereka.
Komentar