GemaBerita — Dunia kerja sedang berada di titik perubahan besar. Teknologi berkembang begitu cepat, dan cara kita bekerja ikut bertransformasi. Dalam arus perubahan itu, tablet perlahan tapi pasti mulai mengambil peran yang dulu didominasi laptop. Tak lagi sekadar perangkat hiburan, tablet kini digadang-gadang sebagai alat kerja masa depan. Tapi mampukah tablet benar-benar meneruskan tongkat estafet sebagai pengganti laptop?
Fenomena ini bukan sekadar wacana. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai produsen seperti Huawei, Samsung, dan Xiaomi gencar meluncurkan tablet-tablet berkualitas tinggi. Mulai dari Huawei MatePad, Samsung Galaxy Tab S9 dan S9 FE, hingga Xiaomi Pocopad. Semuanya hadir dengan spesifikasi mumpuni dan harga yang semakin terjangkau.
Kini, hanya dengan anggaran di bawah 3 juta rupiah, orang sudah bisa memiliki tablet yang mampu menjalankan berbagai tugas produktif: menulis, membaca dokumen, mengikuti pelatihan daring, hingga berkomunikasi via aplikasi konferensi video. Bagi banyak pekerja, tablet bukan lagi pelengkap, tapi sudah menjadi perangkat utama.
Andri, seorang profesional muda yang sering berpindah tempat kerja, menyebut tablet sebagai penyelamat. “Praktis banget. Saat harus kerja di kafe atau selama perjalanan, saya tinggal bawa tablet. Nggak ribet seperti laptop,” ujarnya. Tablet membantunya tetap produktif tanpa harus terpaku di meja kerja.
Hal senada diungkapkan Inara, asisten pribadi yang setiap harinya sibuk mengatur jadwal dan meeting. Ia mengandalkan iPad untuk manajemen waktu dan komunikasi. “Tablet bikin semua terasa lebih ringan. Nggak perlu buka laptop untuk hal-hal kecil,” katanya.
Namun, tidak semua sepakat tablet bisa menggantikan laptop sepenuhnya. Rendi, seorang analis produk, justru menilai tablet masih memiliki keterbatasan. “Kalau buat catatan atau browsing sih, oke. Tapi untuk pekerjaan analisis data yang kompleks, saya tetap butuh laptop,” ungkapnya.
Tablet memang unggul dari sisi mobilitas dan kenyamanan. Tapi dari sisi kekuatan pemrosesan, kemampuan multitasking berat, dan pengalaman kerja dengan beberapa layar, laptop masih tak tergantikan.
Meski begitu, tablet punya nilai plus yang tak bisa diabaikan. Dengan aplikasi seperti Notion, Evernote, atau Google Workspace, sinkronisasi antar perangkat menjadi seamless. Seorang pekerja bisa mencatat ide pada tablet saat di perjalanan, lalu melanjutkannya di laptop setelah sampai rumah tanpa kehilangan satu pun detail.
Baca Juga : Google Klaim Komputer Kuantum Akan Ubah Dunia 5 Tahun ke Depan
Tablet juga mendukung keseimbangan antara kerja dan hidup pribadi. Menggunakan tablet untuk urusan pekerjaan dan membiarkan smartphone tetap menjadi ruang pribadi bisa membantu menjaga fokus, menghindari distraksi, dan mengurangi stres.
Bagi generasi milenial dan Gen Z, tablet seolah menjadi simbol gaya kerja yang baru: ringkas, efisien, dan fleksibel. Tablet menawarkan kebebasan, bekerja tak harus selalu duduk di balik meja dengan laptop terbuka. Kadang, bekerja bisa sesederhana membuka tablet sambil duduk di taman, di pojok kafe, atau bahkan di ruang tunggu bandara.
Ke depannya, tablet mungkin belum sepenuhnya menggantikan laptop. Namun perannya sudah mulai berubah, dari sekadar pendamping menjadi bagian penting dalam ekosistem kerja modern. Dalam banyak situasi, tablet bahkan berhasil mengisi celah yang tak mampu dijangkau laptop, terutama ketika kecepatan, mobilitas, dan kenyamanan menjadi prioritas utama.
Jadi, mampukah tablet meneruskan tongkat estafet dari laptop? Mungkin belum sepenuhnya sekarang, tapi langkahnya sudah dimulai. Dan dunia kerja yang semakin dinamis, cepat, dan mobile mungkin akan jadi panggung bagi tablet untuk tampil sebagai pemenang berikutnya.
Komentar