Sidang Pembuktian Digelar Kamis (8/5/2025)
Jakarta, GemaBerita – 5 dari 7 gugatan terhadap hasil pemungutan suara ulang (PSU) kandas. Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang pembacaan putusannya Senin (5/5/2025) memutuskan lima permohonan tidak dapat diterima. Sementara dua perkara sisanya, akan dilanjutkan pemeriksaannya pada sidang pembuktian pada Kamis (8/5/2025)
Kelima perkara yang kandas adalah perkara Perselisahan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKada) Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Siak, Kabupaten Buru, Kabupaten Pulau Taliabu, dan Kabupaten Banggai. Sementara perkara yang dilanjutkan ke agenda pemeriksaan yakni perkara nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 (PHPkada Kabupaten Barito Utara) dan Perkara Nomor 317/PHPU.BUP-XXIII/2025 (PHPKada Kabupaten Kepulauan Talaud).
“Untuk perkara yang tidak diucapkan putusannya pada sidang pada pagi hari ini berarti harus lanjut pada sesi pembuktian, yaitu perkara nomor 313 dari Kabupaten Barito Utara dan 317 dari Kabupaten Kepulauan Talaud. Mahkamah mengagendakan persidangan lanjutan tersebut pada hari Kamis tanggal 8 Mei tahun 2025 untuk jamnya akan diberitahukan kemudian,” ucap Ketua MK Suhartoyo sebelum menutup sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan 7 perkara PHPKada hasil PSU di Gedung MK, Jakarta Senin (5/5/2025).

Sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan 7 perkara PHPKada hasil PSU dimulai sejak pukul 08.30 WIB. Sidang ini disiarkan secara langsung di Youtube Mahkamah Konstitusi. Sidang diawali dengan pembacaan putusan perkara nomor 311/PHPU.BUP-XXIII/2025 (PHPKada Puncak Jaya.
Status Pensiun
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Mahkamah mempertimbangkan mengenai dalil Pemohon mengenai status ASN Mus Kogoya. Fakta persidangan menunjukkan Mus Kogoya tidak lagi berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sejak mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Bupati Puncak Jaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan Penjabat Bupati Puncak Jaya Nomor 800.1.2.2/216/BKPPD tertanggal 11 September 2024 yang menyatakan pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai ASN tanpa hak pensiun.
Selain itu, Mahkamah mencatat bahwa Mus Kogoya telah mengembalikan kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan melalui Berita Acara Nomor 900.1.3.1/31/INSPEKTORAT/2025 tertanggal 24 April 2025 yang diterbitkan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah serta Inspektorat Kabupaten Puncak Jaya.
Namun demikian, sambung Enny, MK menilai permohonan Pemohon tetap tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 158 UU 10/2016. Berdasarkan hasil penghitungan, selisih suara antara Pemohon dan pasangan calon peraih suara terbanyak mencapai 11.509 suara atau sekitar 8,04 persen dari total suara sah sebanyak 143.083 suara. Padahal, ambang batas maksimal yang diperbolehkan untuk mengajukan permohonan adalah 2 persen atau 2.862 suara.
“Perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah sebanyak 77.296 suara sedangkan perolehan suara Pemohon adalah sebanyak 65.787 suara, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pihak Terkait dan Pemohon adalah 77.296 suara dikurangi 65.787 suara sama dengan11.509 suara (8,04%) atau lebih dari 2.862 suara. Dengan demikian, Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) huruf a UU 10/2016,” ungkap Enny.

Permohonan Tidak Jelas
Sementara itu dalam pertimbangan hukumpada Perkara Nomor 314/PHPU.BUP-XXIII/2025 (PHPKada Kabupaten Buru) yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah menilai permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil karena dinilai tidak jelas atau kabur (obscuur). “Permohonan Pemohon tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 3/2024,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Permohonan yang diajukan Pemohon pada pokoknya meminta pembatalan Keputusan KPU Kabupaten Buru Nomor 57 Tahun 2025, khususnya terkait hasil perolehan suara di TPS 2 Desa Debowae, Kecamatan Waelata dan TPS 19 Desa Namlea, Kecamatan Namlea.Namun, Mahkamah menilai permohonan tersebut tidak disertai dengan petitum yang lengkap. Pemohon hanya meminta pembatalan hasil perolehan suara tanpa mengajukan langkah lanjutan seperti Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau Penghitungan Ulang Surat Suara (PUSS). Menurut Mahkamah, hal ini berpotensi menghilangkan hak pilih warga di TPS yang bersangkutan.
Baca Juga: Permohonan Kabur, MK Nyatakan Uji UU Pilkada Tidak Dapat Diterima
Mahkamah juga menemukan adanya pengulangan permohonan (redundansi) dalam petitum angka 5, Pemohon mencantumkan hasil PSU TPS 02 Desa Debowae dua kali. Redundansi ini menimbulkan ketidakjelasan mengenai maksud sebenarnya dari Pemohon, serta berpotensi menyebabkan suara dihitung dua kali.
“Dari uraian fakta hukum di atas, telah ternyata jika Mahkamah mengabulkan petitum dimaksud, akan menimbulkan konsekuensi hukum hilangnya suara pemilih dan dihitungnya suara pemilih sebanyak 2 (dua) kali. Hal demikian justru akan menimbulkan pertentangan dengan prinsip utama dalam pemilihan umum yaitu satu orang, satu suara, satu nilai (one person, one vote, one value). Oleh karenanya, petitum yang demikian menyebabkan permohonan Pemohon menjadi tidak jelas atau kabur (obscuur),”ujar Arief.
Dengan pertimbangan tersebut, Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon kabur dan menyetujui eksepsi yang diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait. Dalil-dalil lain yang diajukan Pemohon dinilai tidak relevan dan tidak dipertimbangkan lebih lanjut. (*)
Komentar